KH Said Agil Siraj: “Santri Harus Bisa Menguasai Teknologi”

Ilmu pengetahuan tanpa dibarengi dengan akhlaqul karimah hanya menjadikan manusia sebagai pembasmi manusia lainnya. Belajar dari pengalaman sejarah, ukhuwah islamiyah membuat umat Islam sejahtera sekaligus kuat dalam menghadapi tantangan dari luar. Itulah sebabnya, saat menjajah Indonesia, potensi umat Islam dihambat dengan memisahkan pendidikan agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hasilnya terasa kini,  sebagian besar santri sulit memahami teknologi, sementara sebagian besar teknokrat tidak mengetahui apa itu Islam. Inilah yang membuat dunia Islam di Indonesia tertinggal. Sementara tanpa pemahaman agama, cerdik cendekia menjadi sangat berbahaya lantaran mengabaikan moralitas.

“Mereka yang menggasak uang di bank hingga trilyunan adalah orang-orang pandai, tapi mereka tak memiliki akhlak yang baik,” kata Said Aqiel Siradj.

Untuk itu ormas Islam seperti LDII dan NU harus memperkuat pondok pesantren. Di pesantren, para santri mengaji, dibentuk akhlaknya, beramal, memper-erat tali persaudaraan dan membiasakan hidup sederhana.

Di pesantren itu pula sekolah-sekolah kejuaruan harus dibangun, “Agar nantinya kita bisa mendapatkan santri yang pandai ngaji, kalu ngimami fasih dan bisa khotbah, tapi bisa ngobyek jadi kontraktor,” kata Said Aqiel Siradj.

Di Timur Tengah, apapun pendidikan yang di tempuh, selalu memasukkan pendidikan mengenai agama Islam, bukan hanya sebatas satu semester, tapi hampir di tiap semester. Agar alumni perguruan tinggi memiliki bekal ilmu agama, yang membentuk akhlak mereka.

Ilmu pengetahuan tanpa dibarengi dengan akhlaqul karimah hanya menjadikan manusia sebagai pembasmi manusia lainnya. Amerika Serikat misalnya, untuk melawan musuh-musuhnya sampai membuat rudal berhulu ledak nuklir hingga 3000-an pucuk. Sementara disaat zaman Nabi Muhammad SAW, orang bertempur hanya menggunakan panah dan pedang.

“Yang mati hanya mereka yang berperang, sementara yang dirumah tak mengalami apa-apa. Perang zaman sekarang satu kota bisa mati semua,” ujar Said Aqiel Siradj.

Namun beriman dan berilmu juga belum cukup. Said Aqiel Siradj berpendapat orang yang beriman lagi berilmu mesti memiliki hati yang khusuk dan bersih. Percuma menjadi cendekia ataupun teknokrat yang rajin sholat, tapi kerjaannya tiap hari hanya melakukan fitnah. Itulah yang terjadi di Indonesia yang masyarakatnya mayoritas Islam.

“Ingat bagaimana Islam dikembangkan oleh wali songo, bebas dari kekerasan-kekerasan,” kata Said Aqiel Siradj.

Dia mencontohkan Raja Brawijaya V dengan Ratu Dwarawati, seorang muslim asal Campa, yang memiliki anak bernama Jinbao, yang akhlaknya rusak. Untuk itulah sang ibu memanggil ponakannya, Raden Rahmat yang kemudian disebut Sunan Ampel. Jinbao menjadi seorang muslim yang taat dan berbudi pekerti luhur setelah menemui dan berguru kepada Sunan Ampel.

Lalu Jinbao dinamai Raden Fatah oleh Sunan Ampel, yang kemudian hari mendirikan Kerajaan Demak. Budi pekerti Raden Fatah yang baik, membuat rakyat Demak jatuh cinta demikian pula halnya rakyat Majapahit –yang kemudian ramai-ramai memindahkan pusat perdagangan ke Demak. Inilah yang membuat Demak maju dan menimbulkan keruntuhan Majapahit, hingga akhirnya Brawijaya V memutuskan masuk Islam dan Majapahit pun runtuh.

Dari cerita itu, ibadah bukan hanya soal aqidah dan syariah tapi memahami agama dengan beramal solih. Itulah yang akan dilakukan oleh LDII, yang bekerjasama dalam ketahanan pangan, deradikalisasi umat Islam, dan penanganan bencana alam, sebagai bentuk kesalehan sosial. (gB)

Tagged

Leave a Reply

Your email address will not be published.